Bismillahirrahmaanirrahiim
Pagi itu, dari Jakarta, saya diundang mengisi seminar di Bandung. Saya
duduk di bangku kedua dari depan sambil menunggu kedatangan pembicara
lain, Mimin Aminah, yang belum saya kenal. Jam sembilan tepat, panitia
menghampiri saya dan memperkenalkan ia yang baru saja tiba. Saya segera
berdiri menyambut senyumnya yang lebih dulu merekah. Ia seorang yang
bertubuh besar, ramah, dalam balutan gamis biru dan jilbab putih yang
cukup panjang. Kami berjabat tangan erat, dan saat itu tegas dalam
pandangan saya dua kruk (tongkat penyangga yang dikenakannya) serta
sepasang kaki lemah dan kecil yang ditutupi kaos kaki putih. Sesaat
batin saya hening, lalu melafazkan kalimat takbir dan tasbih.
:::::.. Saat acara seminar dimulai, saya mendapat giliran pertama. Saya
bahagia karena para peserta tampak antusias. Begitu juga ketika giliran
Mimin tiba. Semua memperhatikan dengan seksama apa yang disampaikannya.
Kata-kata yang dikemukakannya indah dengan retorika yang menarik.
Wawasannya luas, pengamatannya akurat.
:::::.. Saya tengah
memandang wajah dengan pipi merah jambu itu saat Mimin berkata dengan
nada datar. Saya diuji Allah dengan cacat kaki ini seumur hidup saya.
:::::.. Ia tersenyum. Saya lahir dalam keadaan seperti ini. Mungkin
banyak orang akan pesimis menghadapi keadaan yang demikian, tetapi sejak
kecil saya telah memohon sesuatu pada Allah. Saya berdoa agar saat
orang lain melihat saya, tak ada yang diingat dan disebutnya KECUALI
ALLAH. Ia terdiam sesaat dan kembali tersenyum. agar mereka ingat Allah
saat menatap saya. Itu saja.
:::::.. Dulu tak ada orang yang
menyangka bahwa ia akan bisa kuliah. Saya kuliah di Fakultas Psikologi,
katanya seraya menambahkan bahwa teman-teman pria dan wanita di
Universitas tempat kuliahnya itu senantiasa bergantian membantunya
menaiki tangga bila kuliah diadakan di lantai dua atau tiga. Bahkan
mereka hafal jam datang serta jam mata kuliah yang diikutinya. Di antara
mereka ada yang membawakan sebelah tongkat saya, ada yang memapah, ada
juga yang menunggu di atas, kenangnya.
:::::.. Dan civitas
academica yang lain? Menurut Mimin ia sering mendengar orang
menyebut-nyebut nama Allah saat menatapnya. Mereka berkata: Ya Allah,
bisa juga ya dia kuliah, senyumnya mengembang lagi. Saya bahagia karena
mereka menyebut nama Allah. Bahkan ketika saya berhasil menamatkan
kuliah, keluarga, kerabat atau teman kembali memuji Allah.
Alhamdulillah, Allah memang Maha Besar. Begitu kata mereka.
:::::.. Muslimah bersahaja ini juga berkata bahwa ia tak pernah bermimpi
akan ada lelaki yang mau mempersuntingnya. Kita tahu, terkadang orang
normal pun susah mendapatkan jodoh, apalagi seorang yang cacat seperti
saya. Ya tawakal saja.
:::::.. Makanya semua geger, ketika
suatu hari ada seorang lelaki yang saleh, mapan dan normal melamarnya.
Dan lagi-lagi saat walimah, saya dengar banyak orang menyebut-nyebut
nama Allah dengan takjub. Allah itu maha kuasa, ya. Maha adil! Masya
Allah, Alhamdulillah, dan sebagainya, ujarnya penuh syukur.
Saya memandang Mimin dalam. Menyelami batinnya dengan mata mengembun.
:::::.. "Lalu saat saya hamil, hampir semua yang bertemu saya, bahkan
orang yang tak mengenal saya, menatap takjub seraya lagi-lagi
mengagungkan asma Allah. Ketika saya hamil besar, banyak orang
menyarankan agar saya tidak ke bidan, melainkan ke dokter untuk operasi.
Bagaimana pun saat seorang ibu melahirkan otot-otot panggul dan kaki
sangat berperan. Namun saya pasrah. Saya merasa tak ada masalah dan
yakin bila Allah berkehendak semua akan menjadi mudah. Dan
Alhamdulillah, saya melahirkan lancar dibantu bidan, pipi Mimin memerah
kembali. Semua orang melihat saya dan mereka mengingat Allah. Allahu
Akbar, Allah memang Maha Adil, kata mereka berulang-ulang."
Hening. Ia terdiam agak lama.
:::::.. Mata saya basah, menyelami batin Mimin. Tiba-tiba saya merasa
syukur saya teramat dangkal dibandingkan nikmatNya selama ini. Rasa malu
menyergap seluruh keberadaan saya. Saya belum apa-apa. Yang selama ini
telah saya lakukan bukanlah apa-apa.
:::::.. Astaghfirullah.
Tiba-tiba saya ingin segera turun dari tempat saya duduk sebagai
pembicara sekarang, dan pertamakalinya selama hidup saya, saya menahan
airmata di atas podium. BISAKAH ORANG INGAT PADA ALLAH SAAT MEMANDANG
SAYA, SEPERTI SAAT MEREKA MEMANDANG Mimin.?
:::::.. Saat
seminar usai dan Mimin dibantu turun dari panggung, pandangan saya masih
kabur. Juga saat seorang (dari dua) anaknya menghambur ke pelukannya.
Wajah teduh Mimin tersenyum bahagia, sementara telapak tangan kanannya
berusaha membelai kepala si anak. Tiba-tiba saya seperti melihat anak
saya, yang selalu bisa saya gendong kapan saya suka. Ya, Allah betapa
banyak kenikmatan yang Kau berikan padaku.
:::::.. Ketika Mimin
pamit seraya merangkul saya dengan erat dan berkata betapa dia
mencintai saya karena Allah, seperti ada suara menggema di seluruh
rongga jiwa saya.
SUBHANALLAH .. SUBHANALLAH .. SUBHANALLAH
Maha besar Engkau ya Robbi, yang telah memberi pelajaran pada kita
semua dengan seorang hambaMu ini. Kekalkanlah persaudaraan kami fii
Sabilillah. Selamanya. Aamiin.
(HTR, dari: Pelangi Nurani, Penerbit Syaamil, 2000)
dgn edited by HAA * Sungguh HAA cemburu ..*
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar